Wednesday, 7 January 2015

Pendekatan Kontekstual
 Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Pendekatan pembelajaran harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Adapun pendekatan pembelajaran yang sudah umum dipakai oleh para guru antara lain pendekatan konsep dan proses, deduktif dan induktif, ekspositori dan heuristik, pendekatan kecerdasan serta pendekatan kontekstual.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kontekstual dimana belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Implementasi kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahwa KTSP 2006 memberikan sinyal dalam implementasinya menggunakan strategi dengan menekankan pada aspek kinerja siswa (Contextual Teaching and Learning). Jadi dalam hal ini fungsi dan peranan guru hanya sebagai mediator dan siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian secara kontekstual bukan tekstual.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US. Departement of Education The National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001) dalam Trianto (2007:101). Pendekatan Contextual Teaching and Learning memiliki tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian (authentic assesment).
Metode yang peneliti terapkan dalam pembelajaran adalah snowball throwing dimana metode ini menggunakan komponen utama yang terdapat pada pendekatan kontekstual yaitu:
  1. Konstruktivisme (Constructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk Contextual Teaching and Learning adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktifitas siswa.
Pandangan konstruktivis sangat berbeda dengan pandangan behavioris. Menurut pandangan konstruktivis siswa aktif dalam membangun pengetahuan dan tidak hanya sekedar menerima pasif dari guru (Sanjaya, 2008:118). Menurut Sagala (2009:88) esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.
Menurut (Hudoyo, 2005:34) pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis antara lain dicirikan sebagai berikut:
  1. Siswa terlibat aktif dalam pembelajarannya. Siswa belajar matematika secara bermakna dengan bekerja dan berfikir.
  2. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi terjadi.
  3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan hakikat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000) dalam (Trianto, 2007:107). Berdasarkan teori ini dikembangkanlah pembelajaran kooperatif yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Hal ini sejalan dengan ide Blanchard (2001), bahwa strategi Contextual Teaching and Learning mendorong siswa belajar dari sesama teman dan belajar bersama.
Landasan berpikir kostruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: a)Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, b)Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, c)Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
  1. Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
  1. Siklus inkuri terdiri dari:
1)Observasi (observation)
2)Bertanya (questioning)
3)Mengajukan dugaaan (hyphotesis)
4)Pengumpulan data (data gathering)
5)Penyimpulan (conclussion)
  1. Langkah-langkah kegiatan inkuiri sebagai berikut:
1)Merumuskan masalah
2)Mengamati atau melakukan observasi
3)Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya
4)Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain


  1. Menyusun Pertanyaan (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi keingintahuan individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang untuk berfikir. (Trianto, 2007:110) Kegiatan menyusun atau mengajukan sebuah pertanyaan merupakan salah satu proses berfikir kritis siswa untuk menemukan atau menggali informasi baik secara administrasi maupun akademis, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, dan menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Pertanyaan spontan yang diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa dalam berdiskusi dengan siswa lain dan dapat digunakan untuk berspekulasi dalam mencari informasi. Sedangkan manfaat pertanyaan yang disusun siswa bagi guru adalah untuk mengetahui sejauh mana rasa ingin tahu dan yang sudah diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru dan melatih siswa berfikir kritis (Nurhadi, 2002). Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan berguna untuk menggali informasi siswa dalam penguasaan materi pelajaran, membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu, memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan memimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu (Sanjaya, 2008:120).
Dalam penyusunan pertanyaan siswa akan lebih nyaman dengan mengidentifikasi tipe pertanyaan dan jawaban mereka dengan teman sekelasnya, hal ini dapat kita artikan dalam kelas siswa terdapat siswa menyusun pertanyaan dan siswa yang menyusun jawabannya.
Dalam Sanjaya (2008:162), kualitas dari pertanyaan dapat dilihat dari 3 ranah yaitu materi (kesesuaian dengan indikator kompetisi), konstruksi (jenis tingkatan pertanyaan) dan bahasa (komunikatif dan tidak mempunyai tafsiran ganda). Orlich (1998) mengatakan bahwa jenis tingkat pertanyaan (Taksonomi Bloom) dapat digunakan dalam merumuskan hasil belajar, mengembangkan berbagai jenis pertanyaan dan latihan belajar serta mengkonstruksikan instrumen evaluasi yang sejajar dengan hasil belajar dan strategi yang diterapkan.
Jenis tingkat pertanyaan membagi menjadi 6 tingkat berdasarkan Taksonomi Bloom, yaitu:
(1) pengetahuan: mengingat hal yang telah dipelajari, (2) pemahaman: kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal-hal yang telah dipelajari, (3) penerapan: kemampuan dalam menerapkan kaidah untuk menghadapi masalah, (4) analisis: kemampuan dalam merinci satu kesatuan dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami, (5) sintesis: kemampuan membentuk suatu pola baru dan (6) evaluasi: kemampuan dalam membentuk pendapat tentang hal atau kriteria-kriteria dan nilai-nilai tertentu (Krulik, 2003).
Hampir pada semua aktifitas belajar, dapat menerapkan questioning (bertanya): antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktifitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, dan ketika mengamati. Kegiatan tersebut akan menumbuhkan dorongan untuk ‘bertanya’.
Berdasarkan paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa questioning dapat meningkatkan kemampuan mengingat siswa dan kemampuan berfikir kritis serta dapat meningkatkan hasil belajar. Pada pembelajaran dengan penajaman ciri questioning ini siswa dituntut untuk dapat menyusun pertanyaan tentang materi yang belum dapat dipahami yang nantinya ditujukan kepada temannya.



No comments:

Post a Comment